Selasa, 19 Juni 2012

Simulasi Paedagogi dan Andragogi

Sabtu, 16 Juni 2012

Peserta kelas ganjil mendapatkan tugas untuk membuat sebuah simulasi mengenai paedagogi dan andragogi sehingga kedua sistem itu dapat dibedakan. Setiap kelompok terdiri dari tiga orang yang dipilih secara random.

Kelompok saya terdiri dari :

Simulasi pertama, kami mempraktekkan "Andragogi" yang diperankan oleh Dhara (sebagai instruktur memasak) dan Kristin (sebagai ibu yang akan belajar memasak). Pada saat itu, sang ibu lebih aktif untuk bertanya dan mengerjakan tahapan memasak tersebut, sedangkan sang instruktur hanya sebagai pemandu atau fasilitator yang mengarahkan sang ibu tersebut.

Simulasi kedua, kami mempraktekkan "Paedagogi" yang diperankan oleh Kristin (sebagai seorang ibu rumah tangga) dan Rajief (sebagai seorang anak berusia 5tahun). Pada saat itu,sang ibu mengajarkan anaknya untuk membaca dengan memberikan sebuah motivasi apabila sang anak mau untuk belajar membaca maka sang anak akan diajak untuk jalan - jalan dengan sang ibu. Sehingga, sang anak memiliki keinginan untuk belajar membaca.

Dengan dilakukannya simulasi tersebut akan lebih memudahkan mahasiswa/i untuk memahami perbedaan antara paedagogi dan andragogi. Paedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing, memimpin atau mengajar anak. Sedangkan, andragogi adalah proses untuk melibatkan peserta didik dewasa kedalam suatu struktur pengalaman belajar.

Dimana, paedagogi lebih fokus pada motivasi ekstrinsik peserta didik dalam melakukan sesuatu, sedangkan andragogi lebih kepada motivasi instrinsik yang dimiliki oleh peserta didiknya.

Dalam sistem penyampaian materi pun terlihat berbeda, pada paedagogi lebih melakukan pendekatan kepada sang peserta didiknya, sedangkan pada andragogi sang pengajar lebih bersifat sebagai fasilitator. 

Pada paedagogi sang pengajar lebih aktif dalam melakukan penjelasan agar peserta didik lebih mudah untuk mengerti, sedangkan pada andragogi peserta didiklah yang lebih aktif didalam proses pembelajaran.

Pada paedagogi juga sistem pembelajarannya adalah dalam memecahkan masalah untuk masa depan, sedangkan andragogi itu sendiri untuk memecahkan masalah saat ini dan harus langsung dapat diaplikasikan kedalam kehidupan sehari - hari.


Keterangan :
Gambar diatas menjelaskan alur sistem pengajaran, dimana :
 - Paedagogi : Pengajar lebih aktif dalam memberikan ilmu dan pengarahan kepada peserta (anak-anak)
 - Andragogi : Pengajar hanya sebagai fasilitator dan masing - masing peserta memiliki pengalaman belajar yang berbeda

Sabtu, 02 Juni 2012

Pareidolia

Selamat malam \(^.^)/

Saya hanya ingin membagi sedikit informasi yang baru saya dapatkan.
Sore tadi saya baru selesai membaca sebuah novel ringan, judulnya "hujan punya cerita tentang kita".
yaa.. namanya novel remaja isinya biasa sih cinta - cintaan gitu, tapi yang mau saya ceritain bukan itu (hahaha). Didalam novel itu, ada satu tokoh namanya Rangga, dan dia sangat menyukai hujan dan photography. Pada salah bab dia berhasil mengabadikan foto yang merupakan gambar awan, dan awan itu berbentuk menyerupai bentuk hati. kemudian dia mengatakan bahwa itu "pareidolia".

Untuk saya sendiri, kata itu sangat asing. maka setelah sata selesai membacanya saya mencoba untuk browsing. dan saya mendapatkan banyak informasi.

Menurut beberapa media, Pareidolia itu adalah fenomena psikologis yang membuat kita seolah melihat bentuk - bentuk yang dianggap penting pada sesuatu. misalnya itu gini, pas kita lagi duduk di teras rumah, atau selama perjalanan jauh, biasanyakan didalan kendaraan kita sering melihat ke langit, terus ada banyak gumpalan awan. gumpalan awan itu kan terkadang membentuk sesuatu, kemudian kita menganggap awan tersebut membentuk binatang, benda, atau wajah. Fenomena itulah yang ternyata disebut pareidolia.

Ini gambar yang berhasil dicari digoogle :

kayak gini ni, biasanya berbentuk kepala anjing
Kayaknya hal ini wajar aja, tapi ingat gak sekitar 2 atau 3tahun yang lalu, ada sempat melihat awan dengan bentuk tulisan arab Allah ? kalo itu sih bingung juga, itu memang fenomena alam atau fenomena psikologis. Hal ini pun sebenarnya menarik, hanya saja kemajuan tekhnologi juga malah seperti ingin campur tangan, dengan membuat sesuatu yang seperti ini, contohnya uvo, hantu, atau bahkan sinar terang yang beberapa orang justru menganggap itu adalah malaikat -_-
Tapi apapun itu, semoga semua orang dapat bijak menyikapi hal - hal seperi ini.

Semoga bermanfaat teman - teman :)




Andragogi


Andragogi adalah proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Istilah ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, pada tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles (24 April 1913 - 27 November 1997).

Andragogi berasal dari bahasa Yunani yaitu "aner", dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa yang berarti mengarahkan orang dewasa dan berbeda dengan istilah yang lebih umum digunakan, yaitu pedagogi yang asal katanya berarti mengarahkan anak-anak.

Dengan demikian maka kalau ditarik pengertiannya sejalan dengan pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training/Teaching).

Awalnya digunakan oleh Alexander Kapp (pendidik Jerman) pada tahun 1833, Andragogi dikembangkan menjadi sebuah teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Malcolm Knowles.

Asumsi-Asumsi Pokok Teori Belajar Andragogi
            Malcolm Knowles (1970) dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
a.      Konsep Diri
            Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sementara. Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pelatihan.
b.       Peranan Pengalaman
            Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal in menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.
c.       Kesiapan Belajar
            Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
d.      Orientasi Belajar
            Asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.

Sumber :

Jumat, 01 Juni 2012

Pedagogi

Pedagogi yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara harafiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak. Pedagogi berasal dari kata Yunani "dibayar," yang berarti anak plus "agogos," yang berarti memimpin. Oleh karena itu, pedagogi telah didefinisikan sebagai seni ataupengetahuan membimbing,memimpin atau mengajar anak.  
Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan bagi orang dewasa.  

Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training / Teaching)  

Menurut Hewett LL.D, bahwa pedagogi lebih dari sekedar ilmu dan seni mengajar. Pedagogi berkenaan dengan upaya membawa anak-anak dan memimpin mereka untuk mencapai suatu tujuan yang ideal, di sini tujuan idealnya adalah kelaki-lakian dan keperempuanan yang bermartabat. Tujuan pendidikannya idealistik. Realitas pendidikan, situasi pendidikan, selalu berhubungan dengan tujuan-tujuan idealistik, baik yang individual ataupun masyarakat/bangsa. 
Pedagogi bertujuan agar anak di kemudian hari mampu memahami dan menjalani kehidupan dan kelak dapat menghidupi diri mereka sendiri, dapat hidup secara bermakna, dan dapat turut memuliakan kehidupan.
Dalam model pedagogi, guru memiliki tanggung jawab penuh untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana akan dipelajari, ketika akan dipelajari, dan jika materi telah dipelajari. Pedagogi, atau instruksi guru-diarahkan seperti yang umumnya dikenal, tempat siswa dalam peran tunduk membutuhkan ketaatan dengan instruksi guru. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik hanya perlu mengetahui apa guru mengajarkan mereka. Hasilnya adalah situasi pengajaran dan pembelajaran yang aktif mempromosikan ketergantungan pada instruktur (Knowles, 1984).
 

Pedagogi memiliki arti 3 hal sebagai berikut :
1. INSTRUKSI
2. PENDIDIKAN: seni, ilmu pengetahuan, atau profesi mengajar
3. SEKOLAH: tempat instruksi

Sumber :
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/195509271985031-DHARMA_KESUMA/Pedagogi-pedagogik_01.pdf
http://www-distance.syr.edu/andraggy.html 

Kamis, 31 Mei 2012

TUGAS MINI PROYEK 2011/2012



Topik
Ruang lingkup Pendidikan Usia Pra-Sekolah

Judul
Dinamika dan Minat Belajar Anak Pra-Sekolah di Sakai Morrisons

Pendahuluan
            Anak pada usia dini (0-8 tahun) memiliki kemampuan belajar yang luar biasa. Khususnya pada masa kanak-kanak awal. Keinginan anak untuk belajar menjadikan ia aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca inderanya untuk dapat memahami sesuatu, dan dalam waktu singkat ia akan beralih ke hal lain untuk dipelajari. Lingkunganlah yang kadang menjadikan anak terhambat dalam mengembangkan kemampuan belajarnya. Bahkan seringkali lingkungan mematikan keinginannya untuk bereksplorasi. Didalam ruang lingkup usia dini, terdapat tahap anak prasekolah.
            Pendidikan prasekolah merupakan pemberian pembelajaran kepada anak berusia 3-6 tahun dengan cara mendidik anak menggunakan metode  belajar sambil bermain mengenai berbagai hal sesuai dengan usia dan kemampuan perkembangan otaknya. Anak juga dilatih untuk mempersiapkan diri memasuki jenjang pendidikan dasar. Selain itu, di masa kini semakin banyak sekolah dasar yang menuntut calon muridnya sudah harus mampu membaca dan menulis. Maka dari itu, dalam jenjang pendidikan prasekolah, anak diajarkan untuk membaca dan menulis sehingga anak yang mendapatkan pendidikan prasekolah lebih siap melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan adanya situasi yang seperti dijelaskan diatas, kami ingin mengamati bagaimana respon dan minat yang ditunjukkan anak dengan mata pelajaran yang didapat disekolah.

Landasan Teori
            Friedrich Wilhelm Froebel (1782-1852) mendirikan kindergarten pertama pada tahun 1837, dengan rancangan kurikulum yang telah terstruktur untuk anak dalam mencapai pemahaman tentang lingkungan sekitarnya. Kurikulum yang dirancang Froebel meliputi pekerjaan atau kegiatan seni, keahlian dan pembangunan. Semua kegiatan yang dirancang dilakukan dalam bermain seperti bermain lilin, meronce, menggunting dan melipat kertas, bernyanyi, permainan, bahasa dan aritmetika. Pendidikan taman kanak-kanak perlu mengikuti sifat anak serta bermain merupakan suatu metode dari pendidikan dan cara dari anak untuk meniru kehidupan orang dewasa dengan wajar.
            Froebel mengatakan bahwa tahap ini merupakan masa permulaan pendidikan karena pada tahap ini anak sudah mulai bisa mengucapkan kata benda. Namun demikian, kata pertama yang diucapkan anak tersebut biasanya sedikit salah dan merupakan kewajiban orang tua atau pendampingnya untuk memperbaiki perkataan tersebut dengan mengucapkan kata yang disebutkan anak tersebut dengan benar. Selain pengucapan, Froebel juga menekankan mengenai bermain dan menarik hubungan antara bermain dengan pengalaman pendidikan. Menurut Froebel, bermain merupakan proses dimana perkembangan kepribadian sedang terjadi. Oleh karena itu, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi karena apabila kegiatan seorang anak dibatasi maka itu sama dengan mengikat nalar anaknya karena ia tidak bebas untuk menjelajahi lingkungannya. Masa kanak-kanak ini berakhir apabila seorang anak sudah mempunyai pengalaman lahiriah dan menjadikannya sebagai pengalaman batiniah.
            Selain itu, John Dewey juga meyakini bahwa anak harus diberikan kegiatan yang bermanfaat sesuai tahap perkembangannya. Teori Dewey mengenai sekolah disebut sebagai “progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik dan minat anak daripada mata pelajaran itu sendiri. Sehingga muncullah istilah “child-centered curriculum” dan “child-centered schools”.
            Menurut John Dewey, sekolah adalah lembaga penyelenggara pendidikan yang mempunyai maksud dan tujuan untuk membangkitkan sikap hidup demokratis dan untuk dikembangkan. Hal ini harus dilakukan dengan berpangkal pada pengalaman –pengalaman anak. Harus diakui bahwa tidak semua pengalaman bermanfaat, oleh karena itu sekolah harus memberikan “bahan pelajaran” sebagai pengalaman-pengalaman yang bermanfaat bagi masa depan anak sekaligus juga anak dapat mengalaminya sendiri. Sehingga anak didik dapat menyelidiki, menyaring dan sebagai pengatur pengalaman tadi.
            Progresivisme mengenai konsep belajar bertumpu pada anak didik. Disini anak didik dipandang sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan, dibandingkan makhluk lain, yaitu akal dan kecerdasan. Dan dalam proses pendidikanlah peserta didik dibina untuk meningkatkan keduanya.
            Menurut progresivisme, proses pendidikan mempunyai dua segi, yaitu psikologis dan sosiologis. Dari segi sosiologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan. Psikologinya seperti yang berpengaruh di Amerika, yaitu pikologi dari aliran behaviorisme dan pragmatisme. Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui ke mana tenaga-tenaga itu harus dibimbing. John Dewey mengatakan bahwa tenaga-tenaga pendidikan itu harus diabdikan pada kehidupan social, jadi mempunyai tujuan sosial. Maka pendidikan adalah proses sosial dan sekolah adalah suatu lembaga social.
            Selain Froebel dan Dewey, Montessori juga memiliki pemikiran yang banyak membawa pengaruh di seluruh dunia sampai saat ini. Sama seperti Froebel, Montessori memandang perkembangan anak usia dini sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Hanya saja Montessori lebih memandang bahwa persepsi anak terhadap dunia sebagai dasar dari ilmu pengetahuan. Seluruh indra anak dilatih sehingga dapat menemukan hal-hal yang bersifat ilmu pengetahuan.
            Terdapat kritik terhadap Montessori. Karena Montessori kurang menekankan pada perkembangan bahasa dan social. Serta pada program Montessori yang tradisional, kurang menekankan pada perkembangan kreatifitas, musik dan seni.

Tujuan
1.      Untuk melihat kecenderungan minat anak pada beberapa pelajaran.
2.      Melihat keaktifan anak dalam kelas.
3.      Untuk melihat kesiapan anak pra-sekolah tersebut memasuki jenjang pendidikan formal.
4.      Melihat korelasi antara minat anak dengan suasana kelas.

Alat dan Bahan
1.      Alat tulis (kertas dan pulpen)
2.      Kamera digital
3.      Handphone
4.      Laptop
5.      Reward (pensil dan kue)

Subjek Observasi
11 orang murid Sakai Morrisons kelas KG B (8 orang hadir)
Analisis Data
Metode yang kami gunakan dalam menyelesaikan proyek pendidikan terhadap anak pra sekolah ini adalah sebagai berikut :
1.      Metode observasi
            Pada proyek ini kami mengobservasi (mengamati) anak pra sekolah didalam kelasnya secara langsung. Kami melihat bagaimana keaktifan, respon dan interaksi anak-anak tersebut dalam kelas. Observasi kami lakukan dengan merekam, mengambil gambar, serta mencatat pengamatan kami secara tertulis.
2.      Metode wawancara
            Metode wawancara kami lakukan dengan mengajukan  pertanyaan singkat kepada anak-anak pra sekolah secara langsung. Pertanyaannya adalah sebagai berikut :
Pelajaran apa yang paling diminati antara bahasa Inggris, Matematika dan Drama?
Kemudian anak-anak menjawab secara individual.

Kalkulasi Biaya
-          Reward (Pensil Angry Bird)    : Rp 30.000.00
-          Kue (Brownies Amanda)        : Rp 39.000.00
-          Transportasi                           : Rp 20.000.00
            Total                                       : Rp 89.000.00

Jadwal Perencanaan

Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Pemilihan Tema












Penentuan Judul












Diskusi Metode dan pelaksanaan












Pembuatan Pendahulan dan Landasan Teori












Pembelian Reward












Permohonan Surat Izin dari Fakultas












Konfirmasi Surat izin kepada kepala sekolah












Pelaksanaan Observasi












Diskusi untuk menganalisis data yang diperoleh












Diskusi untuk membuat kesimpulan akhir












Pembuatan Poster












Evaluasi












Posting Blog












Melaporkan hasil akhir kepada pihak Sakai Morrisons
















Jadwal Pelaksanaan

No.
Kegiatan
Tanggal
Waktu
Tempat
1.
Diskusi pemilihan topik dan penentuan judul
30 Maret 2012
11.00 WIB
Kantin Fak. Psikologi
2.
Diskusi perencanaan kegiatan dan penentuan metode yang digunakan
11 April 2012
11.30 WIB
Kantin Fak. Psikologi
3.
Diskusi pembuatan pendahuluan dan landasan teori
11 April 2012
10.30 WIB
Kantin Fak. Psikologi
4.
Permohonan surat izin dari fakultas
4 Mei 2012
12.00 WIB
Ruang Akademik
5.
Suvei lokasi serta pengajuan surat permohonan ke Sakai Morrisons
12 Mei 2012
12.00 WIB
Sakai Morrisons
6.
Pembelian reward
15 Mei 2012
16.00 WIB
Pajus
7.
Pelaksanaan observasi
23 Mei 2012
08.00 WIB
Sakai Morrisons
8.
Menyusun hasil akhir observasi
26 Mei 2012
11.00 WIB
Kos Jenet
9.
Pembuatan poster
28 Mei 2012
13.15 WIB
Kos jenet
10.
Evaluasi
29 Mei 2012
11.00 WIB
Kantin Fak. Kedokteran
11.
Posting blog
1 Juni 2012
13.00 WIB
Rumah masing-masing
12.
Melaporkan hasil akhir ke Sakai Morrisons
4 Juni 2012
09.00 WIB
Sakai Morrisons

Evaluasi Jadwal

No.
Kegiatan
Tanggal Rencana Awal
Tanggal Pelaksanaan
Tempat
1.
Diskusi pemilihan topik dan penentuan judul
30 Maret 2012
30 Maret 2012
Kantin Fak. Psikologi
2.
Diskusi perencanaan kegiatan dan penentuan metode yang digunakan
11 April 2012
11 April 2012
Kantin Fak. Psikologi
3.
Diskusi pembuatan pendahuluan dan landasan teori
11 April 2012
11 April 2012
Kantin Fak. Psikologi
4.
Permohonan surat izin dari fakultas
4 Mei 2012
4 Mei 2012
Ruang Akademik
5.
Suvei lokasi serta pengajuan surat permohona ke Sakai Morrisons
12 Mei 2012
12 Mei 2012
Sakai Morrisons
6.
Pembelian reward
15 Mei 2012
15 Mei 2012
Pajus
7.
Pelaksanaan observasi
23 Mei 2012
23 Mei 2012
Sakai Morrisons
8.
Menyusun hasil akhir observasi
26 Mei 2012
26 Mei 2012
Kos Jenet
9.
Pembuatan poster
28 Mei 2012
28 Mei 2012
Kos jenet
10.
Evaluasi
29 Mei 2012
29 Mei 2012
Kantin Fak. Kedokteran
11.
Posting blog
29 Mei 2012
29 Mei 2012
Rumah masing-masing
12.
Melaporkan hasil akhir ke Sakai Morrisons
4 Juni 2012
4 Juni 2012
Sakai Morrisons

Hasil Observasi

            Dalam observasi ini, memiliki sasaran awal 11 anak Sakai Morrisons. Namun hanya 8 anak yang hadir pada hari tersebut. 8 anak tersebut terdiri dari Danis, Dinesh, Noel, Tito, Tavleen, Syifa, Fatih dan Rizqie.
            Kami yang mana sebagai peneliti, tiba di lokasi tepat pukul 09.00 WIB. Observasi dimulai tepat ketika kami memasuki salah satu ruang kelas anak KG B. Kelas KG B adalah kelas untuk anak yang sudah siap memasuki jenjang pendidikan dasar.
            Sebelum anak-anak memulai kelas mata pelajaran pertama, anak-anak mengikuti sesi Introduce Time. Dalam sesi ini, anak-anak mengulang mata pelajaran yang dipelajari di hari sebelumnya. Dikarenakan pada hari tersebut kami datang untuk mengobservasi, anak-anak memperkenalkan dirinya. Ketika kami memasuki kelas, anak-anak terlihat malu-malu dan cukup berisik. Dapat di maklumi karena anak prasekolah yang akan memasuki jenjang pendidikan dasar, sudah mulai tertarik ketika melihat lawan jenisnya.
            Sekitar pukul 09.15, mata pelajaran dimulai. Satu mata pelajaran berdurasi 45 menit. Pelajaran pertama adalah English Language. Dalam mata pelajaran ini, anak terlihat sangat bersemangat. Mereka mengerti apa yang akan dan harus mereka lakukan. Anak-anak juga aktif menjawab pertanyaan yang di ajukan gurunya. Tidak hanya saat penjelasan dari guru saja, anak juga sangat bersemangat saat di berikan lembar kerja. Bukan hanya karena mereka mengerti dengan mata pelajarannya, tetapi juga memang tertarik dengan mata pelajarannya.
Dinamika kelas juga baik. Namun, ada beberapa anak yang kurang pay attention. Dari segi kemampuan, anak cukup baik dalam mengeja kata. Mereka cukup mengerti dengan apa yang guru katakan. Saat di berikan lembar kerja kedua, sebagian besar anak-anak protes namun tetap mengerjakannya dengan tekun.
            10 menit terakhir sebelum kelas bahasa Inggris usai, anak mulai tidak fokus. Dengan tegas, guru mengajarkan disiplin agar anak fokus kembali. Guru mengatakan, anak yang tidak disiplin adalah toddler. Anak langsung tertib kembali karena tidak terima jika disebut sebagai toddler. Setelah suasana kondusif kembali, guru mengajarkan cara membaca. Ada dua anak yang sedikit kesulitan saat membaca, tetapi di bantu dengan baik oleh gurunya.
            Sebagai catatan, ada seorang anak yang saat teman-temannya yang lain di berikan tugas bahasa Inggris, dia malah di berikan tugas matematika. Awalnya kami bingung. Ternyata anak tersebut tidak melewati tahap KG A dan toddler. Jadi ia tidak memiliki fondasi yang baik sebagaimana kemampuan yang seharusnya sudah dapat di miliki anak ketika akan memasuki jenjang pendidikan dasar.
            Kelas mata pelajaran pertama usai, di lanjutkan dengan snack time. Anak membawa bekal masing-masing dan terlihat saling makan dengan teratur dan santun. Anak tahu tata karma saat sedang makan. Anak juga menunjukkan rasa saling berbagi dengan temannya.
Setelah snack time, masuk ke sesi activity time. Activity time adalah sesi dimana anak me-refresh otak yang sebelumnya letih untuk belajar. Mereka melalui sesi ini dengan sangat bersemangat dan anak terlihat aktif. Disini anak di berikan puzzle, kertas gambar dan buku bacaan berbahasa Inggris. Cukup mengejutkan, ketika seorang anak ternyata dapat membaca buku cerita berbahasa Inggris. Namun ada seorang anak yang hanya mengumpulkan kartu yang mana ternyata mengakui bahwa ia belum dapat membaca.
            Memasuki kelas selanjutnya adalah kelas matematika. Kelas kali ini, anak terlihat tidak terlalu berkonsentrasi. Tidak seperti di kelas pertama. Sehingga butuh waktu yang lebhi lama untuk menarik perhatian mereka agar fokus pada mata pelajaran. Meskipun perhatian anak telah fokus, responsifitas anak tidak sebaik di kelas pertama. Suasana kelas lebih tenang, terlihat anak mulai bosan.
            Kali ini mereka mendapatkan pelajaran menghitu uang. Anak lebih banyak mengalami hambatan. Meskipun begitu, konsentrasi anak sangat terpusat ketika mengerjakan soal di papan tulisa dan lembar kerja.
            Lanjut kelas terakhir yaitu kelas drama. Semangat anak meningkat kembali. Mereka sangat bersemangat dan menikmati peran sebagai super hero yang mereka lakoni. Anak di latih untuk ekspresif sesuai alur cerita dan bereksperimen dengan perannya. Memori anak juga sangat berperan disini, ketika sejumlah naskah di berikan untuk di hafal.
            Tepat pukul 12.00 anak membereskan peralatannya kemudian berdoa bersama sebelum pulang. Setelah berdoa, kami menanyakan per individu kelas apa yang paling mereka suka. Sudah pasti anak lebih menyukai kelas drama yang mana lebih mengarah kepada hal yang bernuansa bermain di bandingkan mata pelajaran seperti bahasa Inggris dan matematika. Berkebalikan dari dugaan kami, ternyata anak lebih menyukai kelas matematika dibandingkan kelas bahasa. Padahal, anak terlihat lebih bersemangat di kelas bahasa. Dapat di simpulkan, anak merasa lebih tertantang dengan kelas matematika di banding kelas bahasa. Sebelum pulang, anak di berikan reward.

Kesimpulan

            Dari hasil – hasil observasi dan wawancara yang telah kami kumpulkan dari proyek ini, dapat disimpulkan beberapa hal. Bahwa dari hasil observasi dinamika kelas yang kami lihat, dapat disimpulkan bahwa anak – anak tersebut paling berminat pada kelas drama. Hal tersebut karena anak – anak itu terlihat paling bersemangat dan antusias pada kelas tersebut. Saat ditanyakan secara langsung pun, anak – anak tersebut dengan serentak berkata bahwa mereka menyukai kelas seni tersebut.
            Pada kelas Inggris anak – anak terlihat lebih antusias daripada kelas matematika. Awalnya kami menyimpulkan minat mereka lebih pada inggris . tetapi setelah kami lakukan wawancara langsung, ternyata mereka lebih banyak yang menggemari matematika. Jadi kami menyimpulkan, antusiasme di kelas inggris dikarenakan mereka masih segar karena kelas baru saja berlangsung, sedangkan pada kelas matematika mereka mulai lelah, dan cenderung lebih diam karena berkonsentrasi.
            Dan melihat keseluruhan dinamika kelas, kami menyimpulkan bahwa metode pengajaran yang dipakai pada Taman Kanak – kanak tersebut menggunakan teori yang dikeluarkan oleh John Dewey, yaitu Teori yang disebut sebagai “progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik dan minat anak daripada mata pelajaran itu sendiri. Sehingga muncullah istilah “child-centered curriculum” dan “child-centered schools”.  Dapat dilihat dari hasil observasi , guru sebisa mungkin memberikan pelajaran yang berpusat pada anak didiknya. Pelajaran yang diberikan tidak hanya disampaikan, tetapi juga dipastikan bahwa setiap individu mengerti. Menurut John Dewey, sekolah adalah lembaga penyelenggara pendidikan yang mempunyai maksud dan tujuan untuk membangkitkan sikap hidup demokratis dan untuk dikembangkan. Hal ini harus dilakukan dengan berpangkal pada pengalaman –pengalaman anak. Hal tersebut terlihat pada dinamika kelas di TK sakai tersebut. Guru sebisa mungkin bertanya kepada setiap anak bagaimana pendapat mereka tentang pelajaran yang disampaikan, dan mendiskusikannya bersama, sehingga terbentuklah suasana yang demokratis.
            Pengaruh teori Friedrich Wilhelm Froebel (1782-1852) juga kami lihat dalam dinamika kelas TK tersebut. Dimana Friedrich merancang kurikulum yang meliputi pekerjaan atau kegiatan seni, keahlian dan pembangunan. Semua kegiatan yang dirancang dilakukan dalam bermain. Dia mengatakan bahwa pendidikan taman kanak-kanak perlu mengikuti sifat anak serta bermain merupakan suatu metode dari pendidikan dan cara dari anak untuk meniru kehidupan orang dewasa dengan wajar. Menurut Froebel, bermain merupakan proses dimana perkembangan kepribadian sedang terjadi. Pendapat Froebel ini terlihat pada dinamika kelas tersebut, dimana ada waktu – waktu tertentu anak diberikan waktu untuk belajar dan mengeksplorasi dunia mereka. Pada pelajaran kesenian pun, pada waktu itu drama, anak – anak dibiarkan mengeksplorasi peran mereka. Disitu anak – anak meniru bagaimana perilaku orang dewasa lewat bermain peran mereka.

Testimonial

Dina Maharani Trg.
            Ini merupakan pengalaman saya melakukan observasi secara langsung kepada anak TK. Merupakan pengalaman yang sangat mahal dan sangat berkesan. Dapat mengamati kegiatan anak secara langsung dan hal-hal alamiah yang biasa terjadi saat anak berusia akan memasuki jenjang pendidikan dasar. Ketika mengamati anak-anak tersebut, tidak dapat di pungkiri bahwa saya membandingkan dengan diri saya sendiri ketika berada di umur yang sama seperti mereka. Apa yang saya lakukan, apa yang tidak saya lakukan. Apa yang saya dapatkan, dan apa yang saya tidak dapatkan ketika duduk di bangku TK.
            Melihat tingkah anak yang apa adanya, menjadikan saya seperti terbawa suasana mengikuti alur pemikiran mereka yang polos dan tulus. Sungguh pengalaman yang sangat berharga J

Rossie Janette G. G
            Proyek ini merupakan pengalaman pertama bagi saya untuk terjun langsung ke lapangan dan melakukan observasi langsung kepada anak – anak TK. Pengalaman ini sangat berharga dan menjadi kenangan yang amat berkesan bagi saya. Anak – anak yang kami amati merupakan anak – anak yang aktif dan responsive, tetapi mereka sudah sangat teratur dan memiliki batasan yang disiplin. Sangat menarik melihat mereka belajar sambil bermain, dan mengamati tingkah mereka yang lucu. Semangat mereka untuk menerima pelajaran menyentuh hati saya, dan membuat saya mengintropeksi diri saya sendiri, bagaimana dengan semangat saya sendiri saat menerima pelajaran. Dan saya sangat setuju bila dikatakan, jenjang TK B ini merupakan jenjang persiapan seorang anak untuk masuk ke jenjang sekolah dasar. Karena saya  melihat pelajaran yang diberikan memang bertujuan untuk memberikan mereka bekal untuk masuk SD. Bukan saja bekal pengetahuan tetapi bekal psikologis dan cara – cara bersikap.

Dhara Puspita Hrp.
            Melakukan tugas proyek mini merupakan pengalaman paling menyenangkan dan sangat berharga, terutama ketika dapat melakukan observasi secara langsung dengan anak – anak TK. Dengan adanya proyek mini ini juga, saya dapat secara langsung melihat cara belajar anak dan ketika anak mulai bosan dengan pelajaran yang diajarkan oleh guru, guru berusaha untuk menjadikan anak – anak tersebut kembali bersemangat dalam mengikuti pelajaran berikutnya.
POSTER