Individu
menjalani hidupnya dengan cara yang berbeda- beda
– Thomas Huxley
Halooo \(^o^)/ dipostingan kali ini, saya akan
membahas sedikit tentang Intelingensi.
Novelis inggris abad ke-20 Aldous Huxley mengatakan
bahwa anak – anak hebat dalam hal rasa ingin tahu dan inteligensinya. Beberapa pakar
mendeskripsikan inteligensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah
(problem-solving). Sedangkan yang lainnya mendeskripsikan sebagai kemampuan
untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari- hari.
Minat terhadap inteligensi sering difokuskan kepada
perbedaan dan penilaian secara
individual (Kaufman & Lictenberger, 2002; Lubinski, 2000; Molfse &
Martin, 2001). Perbedaan individual adalah cara dimana seseorang berbeda satu
sama lain secara konsisten dan tetap.
Binet dan Simon menyusun tes inteligensi pertama.
Binet mengembangkan konsep usia mental, dan Stern membuat konsep IQ sebagai
MA/CA x 100. Distribusi skor Stanford-Binet mendekati kurva normal. Sedangkan skala
Weschler banyak digunakan untuk menilai inteligensi. Dan semuanya menghasilkan
IQ keseluruhan, dan IQ verbal dan kinerja.
Tes kelompok dirasa menjadi cukup nyaman dan
ekonomis, tetapi memiliki sejumlah kekurangan
seperti kurangnya kesempatan untuk menyusun laporan dan gangguan dari
murid lainnya yang tidak bisa dipastikan. Tes inteligensi kelompok harus selalu
dilengkapi dengan informasi relevan lainnya pada saat akan membuat keputusan
untuk murid tersebut. Dan hal ini juga berlaku untuk tes inteligensi
individual.
Empat kontroversi dan isu yang berkaitan dengan
inteligesi, adalah :
1. Persoalan sifat asuhan, bagaimana warisan dan lingkungan berinteraksi
untuk menghasilkan inteligensi
2. Apakah
seseorang memiliki inteligensi umum atau tidak
3. Seberapa
adilkah tes inteligensi berlaku untuk lintas kelompok etinis dan kultural
4. Apakah
murid harus dikelompokkan bedasarkan kemampuannya (tracking)
Dan penting untuk menyadari bahwa tes inteligensi
adalah indikator kinerja sekarang, bukan potensi tetap yang dimiliki seseorang.
Tes IQ tidak untuk digunakan sebagai ukuran utama pada kompetensi. IQ tertinggi
bukan puncak dari nilai kemanusiaan. Sebaiknya jauhi pandangan stereotip dan
perkiraan negatif tentang murid berdasarkan skor IQ yang dimilikinya. Ingat bahwa
psikolog pendidikan percaya bahwa untuk mempertimbangkan kelebihan dan
kekurangan murid di beragam area inteligensi yang berbeda.
Sumber : Santrock, J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar